Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Eureka Pendidikan. Arends (Trianto, 2007: 1),
Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau
pembelajaran dalam tutorial. Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Hal ini sesuai dengan pendapat Joyce bahwa “
Each model guides us as we design instruction to help students achieve various objectives”. Maksud kutipan tersebut adalah bahwa setiap
model mengarahkan kita dalam merancang pembelajaran untuk membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran.
Adapun Soekamto, dkk (dalam Trianto, 2007: 5) mengemukakan maksud dari
model pembelajaran adalah : “
Kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas
belajar mengajar.” Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Eggen dan Kauchak bahwa model pembelajaran memberikan kerangka dan arah bagi guru untuk mengajar.
Arends (Trianto, 2007: 5) menyatakan “ The term teaching model refers to a particular approach to instruction that includes its goats, syntax, environment, and management system.” Istilah model pengajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungannya, dan system pengelolaannya.
Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada strategi, metode, atau prosedur.
Model pengajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi, metode, atau prosedur. Ciri-ciri tersebut ialah :
- Rasional teoretik logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya;
- Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai);
- Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil; dan
- Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai.
Pembelajaran berbasis masalah telah dikenal sejak zaman John Dewey, yang sekarang ini mulai diangkat sebab ditinjau secara umum pembelajaran berbasis masalah terdiri dari meyajikan kepada siswa situasi masalah yang otentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri.
Menurut Dewey (dalam Trianto, 2007: 67) belajar berbasis masalah adalah interaksi antara stimulus dengan respons, merupakan hubungan antara dua arah
belajar dan lingkungan. Lingkungan memberi masukan kepada siswa berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan bantuan itu secara efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis serta dicari penyelesaiannya dengan baik. Pengalaman siswa yang diperoleh dari lingkungan akan menjadikan kepadanya bahan dan materi guna memperoleh pengertian serta bisa dijadikan pedoman dan tujuan belajarnya.
Pengajaran berbasis masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks.
Menurut Arends (1997), pengajaran berbasis masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa mengerjakan permasalahan yang
otentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian dan kepercayaan diri. Sejalan dengan pendapat di atas, Muhammad Natsir (2004) menambahkan, pengajaran berbasis masalah adalah kegiatan
pembelajaran yang dilakukan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah dan keterampilan intelektual, belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi dan menjadi pebelajar siswa yang mandiri.
- Pengajuan pertanyaan atau masalah. Bukannya mengorganisasikan di sekitar prinsip-prinsip atau keterampilan akademik tertentu, pembelajaran berbasis masalah mengorganisasikan pengajaran di sekitar pertanyaan dan masalah yang dua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna untuk siswa.
- Berfokus pada keterkaitan antar disiplin. Meskipun PBI mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu, masalah yang akan diselidiki telah dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya, siswa meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran.
- Penyelidikan autentik. PBI mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Mereka harus menganalisis dan mendefenisikan masalah, mengembangkan hipotesis dan membuat ramalan, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melakukan eksperimen jika perlu, dan membuat kesimpulan.
- Menghasilkan produk atau karya dan memamerkannya. PBI menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan.
- Kerja sama. Seperti halnya model pembelajaran kooperatif, PBI dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu dengan yang lainnya ( Ibrahim, 2000: 5).