Metakognisi perlu dilatih dan dikembangkan kepada siswa. Pentingnya penerapan metakognisi dalam pembelajaran telah dilaporkan oleh beberapa peneliti. Kipnis dan Hofstein dalam Simanjutak (2012: 25) menyatakan bahwa metakognisi dianggap sebagai suatu komponen penting dalam pembelajaran sains sehingga perlu dikembangkan kepada siswa karena:
- Di bidang pengajaran sains ditemukan bahwa proses-proses metakognisi memberikan pelajaran yang penuh arti atau belajar dengan pemahaman
- Penerapan metakognisi akan membuat siswa mampu mempelajari ilmu pengetahuan dan membentuk siswa yang mandiri.
Flavell dalam Simanjutak (2012: 25-26) menyarankan bahwa sekolah yang baik harus menjadi tempat ideal bagi perkembangan metakognisi, dengan alasan bahwa begitu banyak pembelajaran kesadaran diri akan berlangsung. Di sekolah, anak-anak mempunyai kesempatan berulangkali untuk memonitor dan mengatur kognisi mereka, juga memiliki pengalaman metakognisi yang begitu banyak serta berkesempatan untuk memperoleh pengetahuan metakognisi tentang diri, tugas, dan strategi. Lebih lanjut Flavell menyatakan bahwa metakognisi siswa perlu dilatihkan dan dikembangkan karena:
- Siswa harus memiliki kecenderungan untuk banyak berfikir, dalam arti semakin banyak metakognisi yang dibutuhkan
- Pemikiran siswa dapat salah serta cenderung keliru, dan dalam keadaan ini membutuhkan pemonitoran dan pengaturan yang baik
- Siswa harus mau berkomunikasi, menjelaskan, dan memberikan alasan yang jelas tentang pemikirannya kepada siswa lain dan juga pada dirinya sendiri, aktivitas ini tentu saja membutuhkan metakognisi
- Untuk bertahan dan berhasil dengan baik, siswa perlu merencanakan masa depan dan secara kritis mengevalusi rencana-rencana yang lain
- Jika siswa harus membuat keputusan yang berat, maka akan membutuhkan keterampilan metakognisi
- Siswa harus mempunyai kebutuhan untuk menyimpulkan dan menjelaskan kejadian-kejadian psikologi pada dirinya sendiri dan pada orang lain. Kecenderungan untuk terlibat dalam tindakan metakognisi tersebut menunjukkan kognisi sosial.
Hal ini sesuai dengan Facione, et al dalam Tan (2004: 51) yang menyatakan bahwa pengembangan metakognisi ditujukan agar siswa dapat menjadi pemikir-pemikir kritis yang selalu berfikir dalam menerapkan suatu motivasi internal untuk menjadi sadar, ingin tahu, teratur, penuh analisis, percaya diri, toleransi, dan bertanggung-jawab ketika menyampaikan alternatif, jujur secara intelektual ketika memulai apakah menerima ide-ide orang lain sebagai kebenaran, atau ketika menilai apakah menerima ide-ide orang lain sebagai kebenaran, maupun ketika tertantang oleh keadaan.
Sementara itu menurut Livingston (1997: 4) metakognisi memiliki peranan penting dalam keberhasilan belajar, oleh karena itu penting mempelajari aktivitas dan pengembangan metakognisi untuk menentukan bagaimana siswa dapat diajar sehingga mereka dapat menerapkan sumber-sumber pengetahuan dengan lebih baik melalui pengontrolan metakognisinya. Pengembangan kecakapan metakognisi pada siswa merupakan suatu tujuan pendidikan yang sangat berharga, karena kecakapan itu dapat membantu mereka menjadi pelajar yang dapat mengatur diri sendiri dan bertanggung jawab terhadap kemajuan belajar diri sendiri serta beradaptasi terhadap strategi belajar untuk mencapai tuntutan tugas.
Pemikiran diatas didukung oleh Winn dan Snyder dalam Simanjutak (2012: 27) yang menyatakan bahwa ketika siswa semakin terlatih menggunakan strategi metakognisi, mereka menjadi percaya diri dan menjadi pembelajar yang mandiri. Kemandirian merujuk pada kepemilikan ketika menyadari bahwa mereka dapat memenuhi kebutuhan intelektual sendiri dan menemukan banyak informasi oleh tangan mereka sendiri. Siswa yang memiliki kemampuan metakognisi akan segera sadar saat tidak mengerti permasalahan, dia akan selalu mencari pemecahan masalahnya.
David Anderson & Samson Nasho (2006:10) menyelidiki bagaimana metakognisi siswa mempengaruhi pemahaman dan mengkonstruksi pengetahuan. Hasil dari penelitian adalah metakognisi dapat mempengaruhi pemahaman dan mengkonstruksi pengetahuan karena mengembangkan dimensi kesadaran siswa untuk meningkatkan kapasitas belajar yang bermakna. Hasil penelitian tersebut didukung oleh Tolga Gok (2010:110) yang melakukan penelitian dengan tujuan mereview problem solving dan kemampuan metakognisi siswa. Hasil dari penelitian ini didapatkan bahwa metakognisi merupakan faktor penting dalam pemecahan masalah. Keterampilan metakognisi harus diajarkan untuk membangun struktur pengetahuan, meningkatkan kebiasaan berpikir, dan memandu siswa untuk meningkatkan pengembangan kognitifnya.
REFERENSI
Anderson, D. & Nashon, S. (2006). Predators of Knowledge Construction: Interpreting Students’ Metacognition in an Amusement Park Physics Program. Wiley Periodicals, Inc. Science Education DOI 10.1002/sce.
Gok, T. (2010). The General Assessment of Problem Solving Proscesses and Metacognition in Physics Education. Eurasian Journal of Physics and Chemistry Education 2(2): 110-122, 2010.
Livingston, J. (1997). Metacognition: An Overview. http://gse.buffalo.edu/fas/shuell/CEP564/Metacog.htm.
Simanjutak, M. P. (2012). Pengembangan Model Pembelajaran Fisika Dasar Berbasis Problem Solving untuk Meningkatkan Kemampuan Metakognisi dan Pemahaman Konsep Mahasiswa. Disertasi doctor, tidak diterbitkan, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Tan, O. S. (2004). Enhanching Thinking Problem Based Learning Approached. Singapura: Thomson.