Mengevaluasi Pembelajaran Tematik
Eureka Pendidikan - Evaluasi pembelajaran tematik dapat diartikan sebagai evaluasi yang berupaya mencari informasi tentang pencapaian pengetahuan dan pemahaman anak, pengembangan keterampilan anak dan pengembangan sosial dan afektif anak dengan memanfaatkan asesmen alternatif dan cara informal (Depdikbud,1996 : 65). Menurut Raka Joni (1996 : 16), bahwa pada dasarnya evaluasi dalam pembelajaran tematik tidak berbeda dari evaluasi untuk kegiatan pembelajaran konvensional. Oleh karena itu, semua asas-asas yang perlu diindahkan dalam pembelajaran konvensional berlaku pula bagi penilaian pembelajaran tematik. Bedanya dalam evaluasi pembelajaran tematik lebih menekankan pada aspek proses dan usaha pembentukan efek iringan (nurturant effect) seperti kemampuan bekerja sama, tenggang rasa dan sebagainya. Menurut Pusat Kurikulum (2002), penilaian siswa di kelas I dan II SD belum mengikuti aturan penilaian seperti mata pelajaran lain, mengingat anak kelas I SD belum semua lancar membaca dan menulis, maka cara penilaian di kelas I tidak ditekankan pada penilaian secara tertulis.
Karakteristik Pembelajaran Di Sekolah Dasar
Tujuan dan Strategi Pembelajaran di Sekolah Dasar
Sekolah Dasar merupakan lembaga pendidikan dasar pada jalur pendidikan formal yang diperuntukkan untuk anak usia tujuh sampai dengan dua belas tahun. Menurut Rasyidi, W. (1993) Sekolah Dasar pada hakekatnya merupakan satuan atau unit lembaga sosial (social institution) yang diberi amanah atau tugas khusus oleh masyarakat untuk menyelenggarakan pendidikan dasar secara sistematis. Dengan demikian sebutan Sekolah Dasar merujuk pada satuan lembaga social yang diberi amanah spesifik oleh masyarakat untuk menyelenggarakan pendidikan dasar penggalan pertama selama enam tahun untuk dilanjutkan pada penggalan pendidikan dasar kedua selama tiga tahun di SLTP atau satuan pendidikan yang sederajat. Oleh karena itu, menurut Sujanto, A. (1986 : 98) kuatnya pendidikan dasar akan menjiwai pendidikan selanjutnya, sebab pendidikan sesudah Sekolah Dasar adalah sekedar pengembangan dari pada apa yang telah dikuasai anak pada tingkat Sekolah Dasar. Salah satu kemampuan harus yang dikuasai oleh lulusan Sekolah Dasar, seperti yang disebutkan oleh BSNP dalam standar kelulusan Sekolah Dasar adalah siswa mampu menunjukkan keterampilan menyimak, membaca, menulis dan berhitung. Ini menunjukkan bahwa inti dari pembelajaran di Sekolah Dasar adalah penguasaan pada 3R’s (write, reading and arithmetical) atau yang disebut dengan kemampuan dasar. Menurut Mikarsa, dkk. (2005:1.11) kemampuan membaca, menulis dan berhitung (calistung) merupakan tujuan pertama dan utama dalam tujuan pendidikan di Sekolah Dasar. Tujuan ini merupakan tujuan yang paling fundamental karena sifatnya sangat menentukan baik-tidaknya kemampuan-kemapuan lain. Hamid, S. (1989) mengemukakan bahwa keterampilan dasar yang diakui secara universal adalah membaca, menulis dan berhitung. Keterampilan dasar ini diperlukan dan harus sama baiknya untuk seseorang yang akan bekerja maupun untuk mereka yang akan melanjutkan studi.
Lebih lanjut Jarolimek & Foster (1985:3) mengatakan bahwa penguasaan terhadap pembelajaran menulis, membaca dan berhitung merupakan landasan yang sangat menentukan dalam pembelajaran. Tanpa kemampuan tersebut, seorang siswa akan mendapat rintangan dalam peningkatan kemampuan belajar mereka. Oleh karena itu, tujuan pokok dari penyelenggaraan Sekolah Dasar adalah memfokuskan pada aspek melek huruf yang menjadi bagian dari budaya dan diasumsikan sebagai bagian yang melatarbelakangi intelektual semua warga. Keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan dasar seperti yang disebutkan di atas sangat ditentukan oleh pelaksanaan
proses pembelajaran yang merupakan wujud dari implementasi rencana yang terdapat dalam kurikulum. Pada saat ini, sejak ditetapkannya PerMen No. 22, 23 dan 24 tahun 2006 tentang Standar Isi , Standar Kompetensi Lulusan dan Pelaksanaan Permen Diknas No 22 dan 23, kurikulum yang berlaku ditingkat sekolah adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Menurut BSNP (2006) KTSP merupakan kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh tiap satuan pendidikan sendiri.
Dalam KTSP sekolah diberikan otonomi yang luas dalam menyusun dan menentukan kurikulum sesuai dengan potensi, tuntutan dan kebutuhan masingmasing dengan tetap mengacu pada standar isi dan standar kompetensi lulusan yang telah ditetapkan BSNP. Oleh karena itu,
proses pembelajaran yang dilakukan di kelas dilaksanakan dengan berpedoman pada prinsip pembelajaran yang telah digariskan dalam KTSP. Menurut Mulyasa (2006:44) KTSP merupakan hasil tidak lanjut dari
pengembangan kurikulum berbasis kompetensi. Oleh karena itu, pengembangan proses pembelajaran di sekolah mengacu pada prinsip pembelajaran kurikulum berbasis kompetensi. Pusat Kurikulum (2002) menyebutkan prinsip – prinsip kegiatan belajar mengajar dalam kurikulum berbasis kompetensi adalah (1) berpusat pada siswa; (2) belajar dengan melakukan; (3) mengembangkan kemampuan sosial; (4) mengembangkan keingintahuan, imajinasi dan fitrah bertuhan; (5) mengembangkan keterampilan pemecahan masalah; (6) mengembangkan kreatifitas siswa; (7) mengembangkan kemampuan menggunakan ilmu dan teknologi; (8) menumbuhkn kesadarab seagai warga negara yang baik; (9) belajar sepanjang hayat; dan (10) perpaduan kompetisi, kerjsama dan solidaritas.
Lebih lanjut Hamalik (2006:87) menyatakan bahwa strategi pembelajaran dalam kurikulum berbasis kompetensi dilaksanakan dengan pendekatan yang terpusat pada anak sebagai pembangunan pengetahuan, sebagai subjek yang melakukan transformasi belajar, bukan sebagai objek yang pasif menunggu instruksi dari pendidiknya. Proses pembelajaran diselenggarakan dengan memandirikan peserta didik untuk belajar, berkolaborasi dengan peserta didik lainnya, mengadakan pengamatan dan menilai hasil belajar sendiri untuk suatu refleksi dan mendorong peserta didik membangun pengetahuannya sendiri. Peran guru dalam proses pembelajaran lebih banyak sebagai fasilitator ketimbang menjadi inisiator dalam belajar. Oleh karena itu, proses pembelajaran dapat dilakukan dengan menggunakan strategi
pembelajaran cooperative learning, mastery learning, school based learning berdasarkan CBSA, community based learning dalam bentuk integrasi sekolah dan masyarakat, serta
pembelajaran terpadu.
Karakteristik perkembangan anak usia kelas awal SD
Karakteristik perkembangan anak pada kelas satu, dua dan tiga SD biasanya pertumbuhan fisiknya telah mencapai kematangan. Mereka telah mampu mengontrol tubuh dan keseimbangannya. Selain itu perkembangan social anak juga telah menunjukkan keakuannya tentang jenis kelaminnya, telah mulai berkompetisi dengan teman sebaya, mempunyai sahabat, telah mampu berbagi dan mandiri. Perkembangan kecerdasan siswa SD, menurut tahap perkembangan kognitif anak Piaget (1950), anak usia SD berada pada tahapan operasi konkret. Pada rentang usia tersebut anak mulai menunjukkan perilaku belajar sebagai berikut :
Mulai memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu aspek situasi ke aspek lain secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak;
- Mulai berpikir secara operasional;
- Mempergunakan cara berpikir operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda;
- Membentuk dan mempergunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana dan mempergunakan hubungan sebab akibat;
- Memahami konsep substansi, volume zat cair, panjang, lebar, luas dan berat.
Memperhatikan tahapan perkembangan berpikir tersebut, kecenderungan belajar anak Sekolah Dasar memiliki ciri , yaitu :
Konkrit
Konkrit mengandung makna proses belajar beranjak dari hal-hal yang konkrit yakni yang dapat dilihat, dibaui, diraba dan diotak atik dengan penekanan pada pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar. Pemanfaatan lingkungan akan menghasilkan proses dan hasil yang lebih bermakna dan bernilai, sebab siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya, alami sehingga lebih nyata, faktual, bermakna dan kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan.
Integratif
Pada tahap usia Sekolah Dasar anak memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu keutuhan, mereka belum mampu memilah-milah konsep dari berbagai disiplin ilmu. Hal ini melukiskan berpikir anak yang deduktif yakni dari hal yang umum ke bagian demi bagian.
Hierarkis
Pada tahap usia Sekolah Dasar, cara anak belajar berkembang secara bertahap mulai dari hal-hal yang sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks. Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu diperhatikan mengenai urutan logis, keterkaitan antar materi dan cakupan keluasan serta kedalaman materi.
Kemampuan dasar; membaca, menulis dan berhitung pada siswa SD.
Menurut Jarolimek and Foster (1985:230), Sekolah Dasar telah bertanggung jawab pada pengajaran keterampilan dasar yang meliputi membaca, menulis dan berhitung sejak dari jaman penjajahan sampai sekarang. Kemampuan ini telah disepakati sebagai sesuatu yang fundamental dalam melek huruf (literacy). Seseorang yang tidak menguasai cukup baik kemampuan ini akan mengalami ”kebutaan” dalam melakukan pekerjaan sekolahnya dan memiliki keterbatasan dalam membuat keputusan dalam kehidupannya di luar sekolah. Keterampilan dalam membaca, menulis dan berhitung sering kali disebut dengan istilah ”the 3Rs”. Penguasaan terhadap kemampuan ini juga akan membuat anak menjadi manusia yang komunikatif. Sedangkan Tilaar (1998:390) menyebutkan bahwa membaca dan menulis merupakan suatu keterampilan yang harus dimiliki oleh setiap anggota masyarakat modern, karena masyarakat modern dewasa ini, dikatakan sebagai masyarakat ilmu pengetahuan. Artinya masyarakat tidak akan dapat berkembang tanpa ilmu pengetahuan. Proses memiliki pengetahuan tidak lain daripada proses membaca.
Owen (Zuchdi dan Budiasih 1997:20) mengemukakan ada beberapa tahap perkembangan membaca anak, yaitu : Tahap pra membaca, yaitu anak yang berumur sebelum 6 tahun telah dapat membedakan huruf dan angka. Kebanyakan mereka telah mengenal nama mereka jika ditulis. Tahap ke-1, yaitu sampai dengan kira-kira kelas dua, anak memusatkan pada katakata lepas dalam cerita sederhana. Bertambah umur yaitu antara 7 atau 8 tahun kebanyakan anak telah memperoleh pengetahuan tentang huruf, suku kata dan kata yang diperlukan untuk dapat membaca. Pada tahap ke-2 yaitu kira-kira ketika berada di kelas tiga dan empat, anak dapat menganalisis kata-kata yang tidak diketahuinya dengan menggunakan pola tulisan dan kesimpulan yang didasarkan konteksnya. Pada tahap ke-3, dari kelas empat sampai dengan kelas dua SLTP, tampak ada perkembangan pesat dalam membaca yaitu tekanan membaca tidak lagi pada pengetahuan tulisan tetapi pada pemahaman.
Adapun berkaitan dengan perkembangan menulis, Owens mengatakan terdapat kesejajaran antara perkembangan kemampuan membaca dan menulis. Pada umumnya penulis yang baik adalah pembaca yang baik, demikian juga sebaliknya. Proses menulis dekat dengan menggambar dalam hal keduanya mewakili simbol tertentu, akan tetapi menulis berbeda dengan menggambar dan hal ini diketahui oleh anak ketika berumur tiga tahun.
Menurut Akhadiah dkk (1993:81) pelaksanaan menulis di Sekolah Dasar terutama di kelas satu dan dua tidak dapat dipisahkan dengan pelajaran membaca permulaan, walaupun membaca dan menulis merupakan dua kemampuan yang berbeda. Menulis bersifat produktif sedangkan membaca bersifat reseptif. Kemampuan menulis tidak diperoleh secara alamiah tetapi melalui proses belajar-mengajar. Untuk dapat menuliskan huruf sebagai lambang bunyi, siswa harus berlatih dari cara memegang alat tulis serta menggerakkan tangannya dengan memperhatikan apa yang harus dituliskan (digambarkan) siswa harus dilatih mengamati lambang bunyi itu, memahami setiap huruf sebagai lambing bunyi tertentu, sampai menuliskannya dengan benar. Agar bermakna, proses belajar menulis permulaan ini dilaksanakan setelah siswa mampu mengenali huruf-huruf itu.