Pemikiran Filsafat dan Pendidikan John Dewey
Eureka Pendidikan. Dewey dikenal sebagai seorang filsuf dan pemerhati pendidikan. Pemikiran yang dikemukakan Dewey sangat dipengaruhi oleh latar belakang kehidupannya di Amerika, yang mengedepankan fungsionalis. Secara umum Dewey memang mengembangkan pemikirannya dengan landasan pengalaman. Dalam filsafat, Dewey mengemukakan mengenai pengalaman dalam bentuk teori
pragmatisme yang didasarkan pada pemahaman bahwa sesuatu dianggap benar atau kebenaran itu adalah benar apabila memiliki kegunaan praktis dalam kehidupan manusia. Dewey menolak bahwa filsafat harus terkukung dalam pemikiran yang metafisik semata. Melalui pragmatisme, Dewey menegaskan bahwa filsafat harus berlandaskan pada pengalaman, dan menyelidiki serta mengolah pengalaman secara kritis. Bagi Dewey, filsafat bertujuan untuk memperbaiki kehidupan manusia serta lingkungannya. Sehingga tugas filsafat adalah memberikan arahan bagi perbuatan nyata.
Sedangkan dalam pendidikan, Dewey termasuk ke dalam tokoh yang mengembangkan pedagogi kritis. Sama halnya dengan bidang filsafat, pemikiran Dewey terhadap pendidikan berlandaskan pada pengalaman. Dewey memperkenalkan pendidikan progresif dalam dinamika pendidikan. Pendidikan progresif hadir sebagai bentuk perlawanan terhadap pendidikan tradisional.
pendidikan progresif yang dikembangkan oleh Dewey mendasarkan aktivitas pembelajaran pada pengalaman yang harus dialami oleh peserta didik. Maka, Dewey mengupayakan bahwa seorang anak harus mengalami aktivitas belajarnya. Tidak seperti yang ada pada pendidikan tradisional yang menempatkan anak pada posisi yang pasif. Sehingga anak hanya mendapatkan pengetahuan hanya berdasar pada satu sumber, yakni guru. Pemahaman tersebut mengemuka, karena apa yang Dewey amati dari apa yang dipelajari di sekolah tidak mebekas pada anak. Dewey melihat adanya kesenjangan antara yang dipelajari anak dengan realita yang dihadapi seorang anak. Sedangkan secara esensi, pendidikan tidak demikian, pendidikan berikatan dengan dinamika kehidupan si pembelajar.
Beberapa pemerhati
pendidikan memberikan apresiasi pada pendidikan progresif yang dikembangkan oleh Dewey karena dinilai lebih humanis. Siswa dilibatkan secara aktif dalam pembelajaran, sehingga dikenalah pemahaman learning by doing untuk menggambarkan aktivitas belajar pada pendidikan progresif ini. Pengalaman yang dikembangkan dalam pendidikan progresif adalah cara kerja ilmuwan dalam memahami objek
penelitiannya. Pada usia tertentu, siswa dikenalkan untuk menemukan masalah, merumuskan masalah, mengajukan hipotesis, dan melakukan pengujian. Dengan demikian, seorang anak akan belajar secara aktif dengan cara yang sistematis. Hal tersebut yang tidak terdapat pada pendidikan tradisional, yang dikatakan pada saat itu menyandarkan pembelajarannya hanya pada kemampuan anak dalam menghafal materi pelajaran.
Menurut Dewey, pendidikan progresif berlandasakan pada progresivisme yang beranggapan bahwa pendidikan harus didasarkan pada hakikat manusia sebagai makhluk sosial yang paling baik
belajar apabila berada dalam kondisi yang nyata. Sehingga dipahami bahwa unsur-unsur yang membentuk pendidikan progresif ini adalah
children centred dan
social centered .
Children centred dipahami sebagai aktivitas
pembelajaran yang memungkinkan peserta didik dapat mengembangkan potensi dirinya, baik pengetahuan, sikap atau kepribadian serta keterampilannya. Sedangkan,
social centered, mengupayakan bahwa apa yang dipelajari oleh peserta didik tidak terlepas dari dinamika masyarakatnya. Sehingga tema-tema pembelajaran selalu berangkat dari dinamika masyarakat.