Validitas Dalam Penelitian Eksperimen
Eureka Pendidikan.
Penelitian eksperimen memiliki karateristik tersendiri dalam penelitian kuantitatif. Karena variabel bebasnya berupa perlakuan (treatment) yang akan dilihat pengaruhnya terhadap variabel terikat. Sehingga untuk dapat mengetahui pengaruh dari variabel bebas terhadap variabel terikat, terdapat variabel-variabel luar yang seharusnya dikontrol oleh peneliti. Karena secara hakiki, penelitian eksperimen yang valid berkaitan dengan hasil penelitian adalah benar-benar berasal dari variabel bebas. Dalam hal ini, penelitian eksperimen memerlukan validitas dalam penelitiannya. Validitas dalam penelitian eksperimen ini berkaitan dengan validitas internal dan eksternal.
Validitas internal mengacu pada hasil yang benar-benar berasal dari variabel bebas (perlakuan) bukan dari variabel lain. Pada validitas internal ini terdapat hal-hal perlu diperhatikan dan dikendalikan oleh peneliti seperti:
- History, berkaitan dengan adanya peristiwa yang dimiliki masing-masing individu sehingga dapat mempengaruhi tingkah laku. Peristiwa ini bukan merupakan bagian dari perlakuan eksperimen, tetapi dapat mempengaruhi performansi pada variabel bebas. Karena dalam dunia pendidikan, subyek penelitian adalah siswa tentulah dipahami bahwa siswa tidak mungkin berangkat dari kevakuman namun memiliki peristiwa yang terjadi di masa lalu. Oleh karena itu, hal ini perlu dikendalikan dengan melakukan randomisasi, karena peneliti tidak dapat mengendalikan adanya history tersebut namun dapat mengontrol kemunculannya.
- Maturasi, berkaitan dengan perubahan fisik atau mental individu seperti perubahan menjadi lebih termotivasi, tidak termotivasi atau bosan dan sebagainya. Perubahan mental atau fisik ini dapat mempengaruhi performa subyek, sedangkan eksperimen berupaya mengetahui hubungan antara variabel bebas terhadap variabel terikat semata. Maturasi ini pada umumnya dapat terjadi karena penelitian dilakukan terlalu lama. Oleh karena itu, sama seperti history, hal ini tidak dapat dikendalikan oleh peneliti namun dapat dikontrol dengan melakukan randomisasi.
- Testing, berkaitan dengan pengaruh pre-test terhadap peningkatan post-test. Adanya pre-test terlebih dahulu sebelum perlakuan ternyata menimbulkan kerancuan. Karena pre-test dapat diduga menjadi pengaruh terhadap perubahan hasil post-test. Melalui adanya pre-test terlebih dahulu, subyek akan memahami dan mempelajari materi yang akan diujikan berdasarkan hasil pre-test. Sehingga peningkatan yang diperoleh dapat diduga bukan hanya terjadi karena perlakuan.
- Instrumentasi, berkaitan dengan kurang konsistennya instrumen atau tidak reliabel. Sebagaimana dipahami realibilitas berkaitan dengan kekonsistenan instrumen pengukuran yang digunakan pada waktu tertentu. Permasalahan terkait instrumen ini dapat muncul ketika adanya kesulitan yang berbeda antara pre-test dan post-test. Maka, peneliti perlu memperhatikan penyusunan instrumen berdasarkan validitas, reliabilitasnya.
- Regresi statistik, berkaitan dengan adanya subyek yang memperoleh hasil pre-test yang sangat baik namun, ketika post-test mendapat hasil yang sangat buruk atau dapat terjadi sebaliknya, subyek dengan hasil pre-test yang paling rendah mendapat hasil post-test yang sangat baik. Padahal yang diharapkan subyek dengan pre-test yang paling baik dapat memperoleh hasil yang paling baik pula pada post-test. Sedangkan subyek dengan skor pre-test paling rendah, dapat memperoleh hasil yang lebih baik pada post-test. Maka, peneliti harus menggunakan desain penelitian yang mampu mengendalikan hal ini.
- Seleksi subyek yang berbeda, berkaitan dengan penggunaan dua atau lebih kelompok yang tidak dirandom, sehingga dipahami bahwa kelompok dari awal sudah menunjukan perbedaan. Sehingga apabila dilakukan perbandingan perbedaan antara dua kelompok bukan hanya dapat terjadi karena adanya perlakuan.
Sedangkan, validitas eksternal berkaitan dengan kemampuan generalisasi hasil penelitian terhadap populasi lain yang representatif. Hal-hal yang perlu diperhatikan diantaranya:
- Interaksi Pre-test-Perlakuan, kelompok yang telah mengikuti pre-test dapat saja mengingat soal pre-test sehingga perubahan dapat saja bukan karena perlakuan. Hal ini sama seperti yang terjadi pada testing, bahwa subyek yang telah mengikuti pre-test menunjukan perubahan pada hasil post-test karena subyek telah mengingat instrumen pre-test dengan baik. Sehingga hasil yang diperoleh hanya dapat digenerelisasikan pada kelompok yang mendapat pre-test juga.
- Interaksi seleksi-perlakuan, berkaitan dengan subyek yang tidak dipilih secara acak sehingga membatasi kemampuan peneliti untuk mengeneralisasikan karena keterwakilan sampel dipertanyakan.
- Spesifitas variabel, mengacu pada fakta bahwa suatu studi yang dilakukan dengan subyek yang spesifik, penggunaan instrumen pengukur yang spesifik, pada waktu yang spesifik dan keadaan yang spesifik.
- Pengaturan reaktif, mengacu pada munculnya sesuatu yang baru dari subyek seperti menurunnya minat, motivasi belajar sehingga penelitian harus dilakukan dengan periode tertentu agar sesuatu yang baru tersebut hilang dan kondisi subyek diupayakan telah stabil.
- Interferensi perlakuan jamak, muncul apabila subyek yang sama menerima lebih dari satu perlakuan. Dengan demikian, peneliti perlu menyediakan waktu yang cukup di antara perlakuan-perlakuan sehingga perbedaan dari variabel bebas dapat diketahui secara nyata.
- Kontaminasi dan bias pelaku eksperimen, muncul apabila peneliti memiliki keakraban dengan subyek sehingga secara tidak sengaja peneliti mempengaruhi perilaku subyek. Dengan demikian, peneliti perlu menjaga profesionalisme dalam penelitian.
Dengan memahami bias yang dapat muncul dalam penelitian eksperimen, maka peneliti dapat menentukan desain penelitian seperti apa yang akan digunakan. Karena dalam desain penelitian eksperimen sendiri, telah terdapat desai-desain penelitian yang berupaya meminimalisir terjadinya bias karena adanya variabel luar.